Blogger templates

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sunday, May 19, 2019

Monday, May 13, 2019

Tingkat Pengangguran Terbuka Penduduk Usia 20 Tahun ke Atas Periode 2009-2012

Friday, March 15, 2019

ODHA Haruskah Dijauhi?

Source: google

Apa yang pertama kali terlintas dikepala kita jika kita mendengar kata AIDS? Apakah penyakit yang mematikan? Penyakit aib? Atau yang lebih mirisnya akan berpikir bahwa orang dengan AIDS harus diasingkan dari kehidupan sosial? Sebelum berpikir liar, baiknya kita mengetahui apa sih AIDS itu.
AIDS merupakan singkatan dari Aquired Immune Deficiency Syndrom. Menurut Jonathan Weber dan Annabel Feeriman, AIDS yaitu sindrom cacat  yang didapatkan pada imunitas. Sindrom ini disebabkan oleh infeksi virus yang dapat menyebabkan kerusakan parah dan tidak bisa diobati. Virus AIDS akan menyerang sistem kekebalan tubuh pada pengidapnya. Untuk virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus atau yang lebih familiar dengan singkatan HIV.

Orang dengan AIDS sistem kekebalan tubuhnya akan terus melemah sehingga akan mudah terjangkit infeksi, tumor bahkan kanker tertentu. Penyakit ini benar-benar belum bisa disembuhkan meskipun sudah ada penanganan yang dapat memperlambat laju perkembangan virus. Oleh karena itu, tidak salah jika AIDS dijuluki sebagai penyakit yang menakutkan dan mematikan. Selain itu, orang juga sering menyebut bahwa AIDS adalah penyakit aib. Hal ini dikarenakan kebanyakan masyarakat kita menganggap AIDS adalah penyakit yang disebabkan akibat perilaku seks bebas dan penggunaan obat terlarang. Lebih dari itu, AIDS sendiri bisa disebabkan karena berbagai hal.

Mengingat bahayanya dan betapa menakutkannya penyakit ini, pengidapnya atau sering disebut dengan Orang Dengan HIV/AIDS  (ODHA) sangat membutuhkan semangat dan kasih sayang keluarga, orang terdekat, juga lingkungan sekitar. Tetapi, ODHA seringkali dijauhi dan diisolasi dari kehidupan sosial karena masyarakat takut tertular penyakit mematikan tersebut. 

Banyak sekali kasus-kasus memilukan yang menimpa ODHA. Data Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) pada tahun 2013 mencatat sebanyak 35 juta orang mengidap HIV/AIDS dari seluruh dunia. Dari sekian banyak ODHA, pasti kita pernah mendengar bahwa mereka tidak diperlakukan sebagaimana mestinya.

ODHA seringkali mendapatkan perlakuan buruk dikehidupan sosialnya. Banyak ODHA yang dipecat dari tempat ia bekerja, diceraikan oleh pasangannya, diisolasi dari kehidupan sosial, dihina, dan masih banyak lagi kisah pilu yang berkaitan dengan ODHA.

Seperti kasus tahun 2014 yang menimpa Kun Kun bocah asal Cina seorang pengidap AIDS. Pada 14 Desember 2014 Kun Kun diusir dari kampung halamannya. Sekitar 200 orang menandatangani untuk mengisolasi Kun Kun dari kehidupan sosialnya. Mirisnya, Kakek Kun Kun ikut mendandatangani pengusiran cucunya tersebut. Kun Kun sendiri didiagnosa mengidap HIV/AIDS pada tahun 2011, yang mana penyakitnya itu ia dapatkan dari sang ibu.

Tidak hanya lingkungan sekitar dan keluarganya yang ingin membuang Kun Kun, sekolah tempat Kun Kun menimba ilmu juga telah memberhentikan Kun Kun untuk terus menuntut ilmu. Selain itu, hinaan dan cacian dari teman-temannya juga sering ia dapatkan. Kun Kun dianggap membahayakan orang lain karena penyakitnya itu.

Sebenarnya sudah tidak heran jika di Cina ODHA diperlakukan dengan buruk dan juga di diskriminasi oleh lingkungan sekitar. Tetapi yang disayangkan adalah ketika pihak medis juga memperlakukan hal-hal buruk seperti tidak mau merawat pasien pengidap ODHA. Padahal seharusnya pihak medislah yang memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa pengidap ODHA tidak harus dijauhi dan diasingkan dari kehidupan sosial.

Lebih dari itu, pengidap ODHA seperti Kun Kun harus mendapatkan perhatian khusus mengingat usianya yang masih sangat muda. Jika kita bisa menempatkan posisi menjadi Kun Kun, apakah kita mau mengidap penyakit mematikan tersebut? Tentunya tidak. Apalagi Kun Kun mengidap penyakit tersebut karena diturunkan dari ibunya, sudah bisa kita bayangkan betapa bingungnya dan sedihnya menajdi Kun Kun. 

Disaat usianya yang masih kanak-kanak yang seharusnya mendapatkan kasih sayang kedua orangtuanya atau keluarganya, tetapi Kun Kun harus berjuang sendiri melawan penyakitnya dan menahan cercaan, serta hinaan dari keluarga dan lingkungannya. Kun Kun dan pengidap ODHA diseluruh dunia tidak diperbolehkan dan tidak seharusnya mendapatkan perlakukan buruk, baik dari kelurga maupun masyarakat. Kun Kun dan pengidap ODHA butuh bimbingan dan kasih sayang serta semangat untuk tetap kuat menjalani kehidupannya. Seharusnya begitu.

Lain halnya kasus yang dialami Vivi. Dikutip dari Vivanews, Vivi merupakan seorang pengidap AIDS yang ia dapatkan dari suaminya. Sudah sepuluh tahun Vivi mengidap AIDS. Vivi mengaku tidak mengetahui jika suaminya mengidap AIDS karena perilaku suaminya yang memakai narkoba jarum suntik. Ketika sudah memiliki anak, Vivi curiga mengapa sariawan dan diare pada sang anak tak kunjung sembuh. Kemudian Vivi menanyakan kepada sang suami apakah suaminya mengidap AIDS.
Karena didesak, suaminya kemudian mengakui bahwa dirinya ODHA. Vivi mengatkan awalnya sang suami tidak mau jujur tentang penyakitnya itu. sehingga Vivi dan anaknya ikut tertular penyakit mematikan tersebut. Dalam kasus yang menimpa suami Vivi, seharusnya sang suami berkata jujur agar resiko menularkan AIDS kepada Vivi seharusnya dapat dicegah. Karena ketidak-jujurannya itu, Vivi dan anaknya ikut mengidap penyakit yang mankutkan tersebut.

Sebenarnya kita juga tidak boleh menyalahkan suami Vivi karena ketidak-jujurannya itu. sekali lagi, kita tidak boleh serta merta menyalahkan suaminya karena ‘ketidak-jujurannya’ dalam mengidap AIDS. Jika kita kilas balik terhadap kasus yang menimpa Kun Kun, mungkin sang suami takut akan ditinggal oleh Vivi bahkan keluarganya sehingga ia tidak jujur. Karena tidak bisa dipungkiri masyarakat kita memang msih banyak yang kurang teredukasi tentang apa itu penyakit AIDS secara rinci, bagaimana penularannya, dan kebanyakan masyarakat percaya ODHA tidak boleh didekati, diajak bicara, atau bersentuhan.

Letak kesalahan Suami Vivi adalah ketika ia tidak jujur, ia juga tidak memberikan solusi bagaimana agar istrinya tidak tertular penyakitnya tersebut. Saling keterbukaan sangat dibutuhkan dalam mencegah penularan penyakit ini. andai saja Suami Vivi berkata jujur, tentu Vivi tidak akan mengalami nasib yang sama. 

Penularan HIV/AIDS seperti kasus Vivi seharusnya menjadi perhatian semua pihak. Banyak sekali ibu rumah tangga yang terpapar virus HIV/AIDS karena kebiasaan sang suami yang suka ‘jajan’ akibatnya sang istri mengidap HIV/AIDS. Masih dari Vivanews, pada tahun 2011 tercatat sebanyak 39,32% ibu rumah tangga terinfeksi virus HIV/AIDS dari suaminya karena pemakaian narkoba jarum suntik dan seks bebas.

Dilansir dari PenyakitAIDS.org, cara penularan AIDS yang pertama lewat hubungan seks. Yang kedua yakni melalui transfusi darah, untuk itu jika ingin mendonorkan darah atau transfusi harus pastikan bebas dari penyakit HIV/AIDS. Selain itu, penggunaan jarum suntik secara bergantian juga bisa berpotensi menularkan HIV/AIDS.

Selanjutnya yang ketiga cara penularan HIV/AIDS adalah ketika ibu pengidap ODHA sedang hamil, penularan HIV/AIDS bisa ditularkan ketika bay masih di dalam kandungan atau juga setelah bayi dilahirkan. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif juga bisa menularkan AIDS kepada bayi.
Menganalisa dari cara penularan HIV/AIDS di atas, berbuat baik dan memperlakukan pengidap ODHA dengan baik bukanlah salah satu dari cara penularan AIDS. ODHA butuh dukungan, semangat serta perlu dirangkul dikehidupan sosialnya, bukannya malah dijauhi bahkan diisolasi dari lingkungannya. Dikehidupan sosial, baik Orang dengan HIV/AIDS ataupun tidak, seharusnya memiliki status sosial yang sama. Berinteraksi dan bersosialisasi dengan ODHA tidak akan tertular HIV/AIDS, kecuali melakukan tiga poin cara penularan AIDS di atas.

Perlu ditegaskan kembali, ODHA butuh teman, keluarga dan lingkungan yang sehat sama seperti manusia lainnya. Bisa dibayangkan betapa beratnya pengidap ODHA menerima kenyataan bahwa dirinya mengidap penyakit yang mematikan, penyakit yang seringkali dianggap aib oleh masyarakat. Untuk itu, temani dan rangkul para pengidap ODHA agar semangat menjalani hidup dan untuk tetap hidup sehat.

Untungnya Jadi Jurnalis Kampus

source: google
Jurnalis kampus adalah mahasiswa yang menekuni bidang jurnalistik yang ada di lingkungan kampus. Tidak hanya sekadar berkuliah saja, jurnalis kampus berkewajiban untuk menginformasikan kejadian dan seluk beluk kampus kepada seluruh civitas akademika. Menekuni  bidang jurnalis kampus adalah hal yang sangat seru.

Jika kamu adalah orang yang suka tantangan, kamu harus bergabung dengan pers mahasiswa ketika kamu berkuliah. Karena menjadi jurnalis kampus harus siap dengan berbagai keadaan dan situasi apa saja. Hal ini juga untuk menjadikan kamu seorang mahasiswa yang lebih produktif dan kamu bisa berkarya dengan menulis. Berikut ini keuntungan-keuntungan yang bisa kamu dapatkan dengan menjadi jurnalis kampus:

1.            1. Lebih Percaya Diri

Menjadi jurnalis kampus harus memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Bertemu dengan orang baru, pejabat kampus dan orang-orang besar lainnya membutuhkan kepercayaan diri dan keberanian.   Percaya diri dibutuhkan agar kamu berani membawa diri untuk memulai wawancara dan menggali informasi dari narasumber dengan baik.
Jika kamu sudah berani untuk memulai dan melakukan wawancara tentu saja kamu akan mudah membawa diri dan beradaptasi di kelas. Kamu akan lebih aktif di kelas dan akan lebih skeptis sehingga kamu akan selalu memiliki banyak pertanyaan saat dosen menerangkan mata kuliah.
Selain itu, misalnya saat kamu akan menampilkan makalah di depan kelas kamu tidak akan gerogi atau malu lagi. Hal ini dikarenakan kamu sudah terbiasa dan terlatih berbicara di depan orang-orang baru atau orang banyak. Jadi, kepercayaan diri adalah sesuatu yang sudah terbangun dan dimiliki oleh jurnalis kampus. 

2. Lebih Fokus

Seringkali ketika belajar di kelas kita nggak fokus. Misal saat dosen menerangkan kita sibuk memainkan gadget atau ngobrol dengan teman karena perkuliahan yang membosankan. Tetapi tidak dengan jurnalis kampus. Jurnalis kampus sudah terlatih untuk fokus. Kenapa? Karena saat melakukan wawancara dengan narasumber, fokus terhadap topik wawancara adalah hal penting agar kita dapat menggali informasi secara mendalam. Sifat fokus akan secara alamiah dimiliki oleh seorang jurnalis kampus. Hal ini dikarenakan seorang jurnalis kampus telah terlatih untuk menjadi pendengar yang baik dalam keadaan apapun. Jadi, apabila kamu sulit untuk fokus, kamu bisa belajar dari jurnalis kampus atau kamu bisa menjadi bagian dari jurnalis kampus.
 
3.            3. Terdepan
Dibanding dengan mahasiswa lain, jurnalis kampus tentu lebih dulu mengetahui apa yang sedang terjadi di lingkungan kampus. Jangan iri ya! Berkat jurnalis kampus kamu juga jadi tahu apa yang sedang happening di kampus kamu. 

4.             4. Kenal Banyak Orang
Jurnalis Kampus sudah pasti mengenal banyak orang dong. Selain kenal banyak orang, kamu juga akan dikenal oleh orang lain. Dengan menjadi jurnalis kampus, kamu akan selalu bertemu dengan orang baru dengan berbagai latar belakang, status sosial, golongan dan masih banyak lagi. Seru kan?
5.           5. Pintar
Jurnalis kampus adalah orang yang pintar. Gimana nggak? Jurnalis kampus harus menguasai setiap materi wawancara baik itu tentang ekonomi, politik, keuangan, hukum dan lainnya supaya tidak dibodohi atau dipermainkan oleh si narasumber.
Penguasaan materi wawancara sangat penting agar informasi dapat tergali mendalam. Materi wawancara saja bisa dikuasai apalagi mata kuliah di kelas. Untung banget kan?

6.           6. Gigih
Gigih adalah jiwa seorang jurnalis kampus. menunggu atau membuat janji dengan narasumber bukanlah perkara yang mudah. Apalagi jika si narasumber adalah orang yang super sibuk atau tipikal narasumber yang memang susah untuk diajak wawancara. Sebagai jurnalis kampus kamu harus gigih untuk mendapatkan narasumber. Narasumber saja bisa didapatkan, apalagi kamu.
Nah itulah keuntungan-keuntungan yang bisa kamu dapatkan ketika kamu menjadi jurnalis kampus. Selain di kelas, kamu bisa mendapatkan banyak pengalaman dan ilmu dengan bergabung menjadi jurnalis kampus. Apalagi jika kamu adalah mahasiswa dengan jurusan jurnalistik, akan rugi sekali jika kamu tidak menjadi bagian dari pers kampus. So, tunggu apalagi?

Thursday, March 14, 2019

Tuesday, April 10, 2018

Sharing is Happiness




Umm, sedikit flashback di awal tulisan nggak apa kan ya?  Masih segar sekali diingatanku sosok Bu Luluk, Beliau adalah guru biologi ketika SD dulu. Bu Luluk adalah figur pengajar yang sangat baik, mengayomi, dan luar biasa sabar. Aku sangat kagum sekali terhadap sosok Beliau. Tutur katanya sangat lembut dan Beliau tidak pernah sekali pun marah. Bukan berarti Beliau tidak tegas, ekspresi marah tidaklah menjadi ukuran tegas atau tidaknya seseorang.

 Dan menurutku ketika itu, Bu Luluk adalah sosok yang dengan kelembutan tutur katanya menyiratkan ketegasan yang luar biasa tanpa harus berkata lantang. Nah, intinya aku terinspirasi untuk menjadi seorang guru ya karena Bu Luluk. Oh iya, satu lagi aku suka sekali sepatu atau pansus yang dipakai guru-guru ketika SD. Jadi, yang terpatri di kepalaku adalah jika aku ingin punya banyak sepatu dan pansus yang bagus-bagus, ya harus menjadi guru. Kira-kira begitulah ceritanya. Udah kali ya? langsung saja, curhatan-ku yang sebenarnya adalah paragraf di bawah ini hehe.
Sebenarnya hari ini aku lagi bahagia sekali. Karena apa? Tadi siang, aku dan teman-teman kru Gagasan (Pasti udah pada tau dong Gagasan, aku udah sering nyinggung Gagasan ditulisan-tulisan sebelumnya) diberikan kesempatan untuk sharing mengenai manajemen media massa (Dalam hal ini kami sharing tentang manajemen Gagasan). Kesempatan berharga ini, aku dan teman-teman dapatkan berkat kebaikan alumni Gagasan yang sekaligus Dosen Pengantar Bahasa Jurnalistik di Fakultasku, Bg Mustafa.

Aku dan teman-teman Kru Gagasan berbagi pengalaman di kelas II E Ilmu Komunikasi. Awalnya aku gugup sekali. Jujur saja, ini pertama kalinya aku berbicara di depan adik-adik dengan membagikan pengalaman selama berkontribusi di Gagasan. Rasa bahagia, bangga, nervous, dan takut jadi satu. Iya, takut salah dalam penyampaian. Takut salah saja-lah pokoknya.

Aku dan teman-teman saling bergantian untuk menjelaskan ke adik-adik II E tentang manajeman kepengurusan, keredaksian, kegiatan, serta apa saja sih produk-produk Gagasan. Dan itu luar biasa gugup ketika aku mulai berdiri dan mulai untuk berbicara serta berbagi pengalaman. Tapiiii, ketika sepatah dua patah kata sudah keluar, kok jadi nagih pengen ngomooong terus hehe. Gugup, takut dan semacamnya seketika hilang dan aku sangat menikmati momen ini. Aku ingin kesempatan seperti ini datang lagi.

Dengan adanya pengalaman ini, aku sangat ingin menjadi guru (baca: dosen). Menurutku, keren saja menjalani profesi mulia ini. Dituntut untuk selalu menebar energi positif dan saling belajar dan berbagi dengan mahasiswa, wahhh ini cool banget sih. Pokoknya aku harus jadi dosen wkwkwk. Segitu aja dulu. Sekali lagi, aku sangat berterima kasih kepada Bg Mustafa atas kesempatan ini, semoga ada kesempatan-kesempatan lainnya dengan topik yang berbeda hehe.